Bahaya Bohong dan cara mengatasinya

Daftar Isi

"Hai, No! Dari mana saja?" Tegur Teguh yang melihat Erno, temannya, melangkah mendekat.

 

"Ya, dari masjid lah, sholat Jumat," jawab Erno, lalu langsung duduk di samping Teguh. Teguh mengangguk-angguk.

 

"Emangnya kamu tadi tidak sholat, Guh?" tanya Erno sambil meraih sepotong pisang goreng yang tergeletak di depannya.

 

"Sembarangan! Ya sholat lah..." sentak Teguh, sedikit terkejut.

 

"Santai, Bro. Memang tadi kamu sholat di mana?" Erno kembali bertanya sambil mengunyah.

 

"Ya, di masjid pasar. Terus, pulangnya aku beli gorengan di Bang Gondrong," jawab Teguh sambil mengambil sepotong cireng dan memakannya.

 

"Di sebelah mana?" tanya Erno lagi.

 

"Di dekat tangga yang sebelah kanan," jawab Teguh.

 

Erno menoleh, menatap Teguh. Kok, aku tidak melihat Teguh, ya? pikirnya. Padahal, di bawah tangga itu hanya ada satu saf yang berisi lima orang, termasuk dirinya. Erno mengenali keempat orang lainnya. Tidak ada Teguh di sana. Tukang gorengan yang dimaksud Teguh pun tutup. Sementara Teguh, yang mulutnya masih mengunyah cireng, tampak sedikit gelisah. Sebenarnya, ia tadi tidak sholat Jumat. Ia hanya mengarang saja, alias bohong. Adegan singkat ini, meskipun sederhana, menggambarkan betapa mudahnya kebohongan dilontarkan, bahkan dalam hal yang tampaknya kecil.

 

Hai, Sobat!

 

Alhamdulillah, Jumat lagi, ya! Insya Allah, apa yang kita lakukan selama seminggu kemarin akan Allah hitung sebagai amal kebaikan, dan Allah mengampuni dosa-dosa kita. Aamiin...

 

"BOHONG"..... Wah, ini adalah salah satu ciri golongan orang munafik yang pastinya tidak akan bisa merasakan surganya Allah Ta’ala. Nauzubillah......

 

Kali ini, saya ingin mengutarakan sesuatu tentang si pembohong ini. Mohon maaf, ini hanya untuk pembelajaran saja, bukan untuk menghujat atau memvonis perilaku. Ini hanya pola pikir saya saja, ya, Sobat. Mengapa saya memilih topik ini? Karena kebohongan adalah masalah yang meresap dalam kehidupan kita, dan dampaknya bisa sangat merusak, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Kebohongan bisa merusak kepercayaan, meruntuhkan hubungan, dan menghancurkan reputasi. Lebih dari itu, dalam perspektif Islam, kebohongan adalah dosa besar yang dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.

 

Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan tegas mengecam kebohongan dalam Al-Quran, Surah An-Nahl (16:105):

 

إِنَّمَا يَفْتَرِي ٱلْكَذِبَ ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰذِبُونَ

 

Innamā yaftarī al-każibal-lażīna lā yu'minūna bi'āyātillāh, wa ulā'ika humul-kāżibūn.

 

"Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta."

 

Ayat ini memberikan peringatan keras bahwa kebohongan adalah sifat orang-orang yang tidak beriman. Mereka tidak takut kepada Allah, tidak menghormati ayat-ayat-Nya, dan tidak peduli dengan konsekuensi dari perbuatan mereka. Mereka dengan sengaja mengada-adakan kebohongan untuk mencapai tujuan mereka, tanpa memikirkan dampaknya bagi orang lain. Ayat ini seharusnya membuat kita merenung dan bertanya pada diri sendiri: Apakah kita termasuk dalam golongan orang-orang yang tidak beriman ini?

 

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam juga sangat menekankan pentingnya kejujuran dan bahaya kebohongan. Berikut haditsnya:

 

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا

 

An ‘Abdillah qala qala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: ‘Alaikum bis-sidqi fa inna as-sidqa yahdi ila al-birri wa inna al-birra yahdi ila al-jannah. Wa ma yazalu ar-rajulu yasduqu wa yataharra as-sidqa hatta yuktaba ‘indallahi siddiqan. Wa iyyakum wa al-kaziba fa inna al-kaziba yahdi ila al-fujuri wa inna al-fujura yahdi ila an-nar. Wa ma yazalu ar-rajulu yakzibu wa yataharra al-kaziba hatta yuktaba ‘indallahi kazzaban.

 

Dari ‘Abdullah dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Kalian harus berlaku jujur, karena kejujuran itu akan membimbing kepada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah. Dan hindarilah dusta, karena kedustaan itu akan menggiring kepada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah.‘” (HR. Bukari, Muslim, Tirmidzi dan Ahmad ibn Hanbal).

 

Hadits ini memberikan gambaran yang jelas tentang konsekuensi dari kejujuran dan kebohongan. Kejujuran akan membawa kita menuju kebaikan, yang pada akhirnya akan mengantarkan kita ke surga. Sebaliknya, kebohongan akan membawa kita menuju kedurhakaan, yang pada akhirnya akan menjerumuskan kita ke neraka. Hadits ini juga menekankan pentingnya untuk senantiasa berusaha untuk jujur dalam segala hal.

 

Imam Al-Ghazali Rahimahullah, seorang ulama besar yang sangat dihormati dalam Islam, memberikan pandangan yang mendalam tentang kebohongan dalam kitabnya Ihya Ulumuddin (Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama), Jilid 3, Halaman 127:

 

"أصل الذن          وب كلها الكذب"

 

"Aslu adh-dhunubi kulluha al-kazib."

 

"Asal dari seluruh dosa adalah kebohongan."

 

Pernyataan Imam Al-Ghazali ini sangat kuat dan mendalam. Beliau ingin mengingatkan kita bahwa kebohongan bukanlah dosa yang kecil atau remeh. Sebaliknya, kebohongan adalah akar dari segala dosa. Dari kebohongan, bisa muncul dosa-dosa lain seperti ghibah (menggunjing), fitnah, penipuan, pengkhianatan, dan lain sebagainya. Seseorang yang terbiasa berbohong akan semakin mudah melakukan dosa-dosa lainnya, karena hatinya sudah tertutup oleh kegelapan kebohongan.

 

Lalu, bagaimana cara kita mengatasi kebohongan dan membiasakan diri untuk selalu jujur? Berikut beberapa langkah yang bisa kita lakukan:

 

Meningkatkan Keimanan dan Ketakwaan kepada Allah: Semakin kuat iman kita, semakin besar rasa takut kita kepada Allah, dan semakin besar pula keinginan kita untuk menjauhi segala yang dilarang-Nya, termasuk kebohongan.

 

Mengingat Dampak Buruk Kebohongan: Kebohongan tidak hanya merugikan orang lain, tetapi juga merugikan diri sendiri. Kebohongan bisa merusak hubungan, meruntuhkan kepercayaan, dan menghancurkan reputasi. Selain itu, kebohongan juga akan membuat hati kita menjadi gelisah dan tidak tenang.

 

Berusaha untuk Selalu Berpikir Sebelum Berbicara: Sebelum mengucapkan sesuatu, pikirkanlah terlebih dahulu apakah perkataan itu benar atau tidak. Jika kita ragu, lebih baik diam daripada berbohong.

 

Berani Mengakui Kesalahan: Jika kita terlanjur berbohong, beranilah untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada orang yang telah kita bohongi. Mengakui kesalahan adalah langkah awal untuk memperbaiki diri.

 

Berdoa kepada Allah: Mohonlah kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk menjauhi kebohongan dan senantiasa diberikan kemudahan untuk berkata jujur.

 

Seorang pembohong harus bermental tegas dan tidak boleh ragu. Jika salah ucap saja, kebohongannya bisa ketahuan.

 

Sekali berbohong, ia pasti akan terus berbohong karena harus menutupi kebohongan yang akan diucapkannya berikutnya.

 

Dan yang paling parah adalah jika terbiasa berbohong, maka dikhawatirkan ia akan mudah melakukan kebohongan.

 

Nah, Sobat, ingatlah sebuah pepatah: "Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti terjatuh juga." Jika kita melakukan kebohongan untuk menutupi kebenaran, maka jangan salahkan jika suatu saat kebohongan itu pasti akan ketahuan juga. Kebohongan, sebesar apapun, cepat atau lambat pasti akan terungkap.

 

Sepahit apa pun kenyataannya, lebih baik jujur. Meskipun jujur terkadang menyakitkan, tapi jujur itu keren! Kejujuran akan membawa ketenangan hati, keberkahan dalam hidup kita, dan ridha dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.

 

Yuk, kita mulai dengan niat yang tulus untuk menghindari kebohongan dan meniatkan hati untuk selalu jujur dalam setiap perkataan dan perbuatan kita, agar hidup kita mujur, alias berkah. Jadikan kejujuran sebagai bagian dari karakter kita, sebagai identitas diri yang kita banggakan.

 

Semangat menjalani aktivitas keseharian! Insya Allah berkah dan bermanfaat, hingga Allah selalu meridai semua yang kita lakukan dan kelak Allah berkenan menghadiahkan surga untuk kita. Aamiin.

 

Salam silaturahmi dari kami, Tim Raksa.

 

Terima kasih dan mohon maaf lahir batin.

Illa liqo.

 

 

Jakarta, 7 Maret 2025 

Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

Posting Komentar