Kenapa kita harus puasa?
“Bun, kenapa sih kita mesti puasa?” tanya Ara pada sang bunda saat bunda sedang menyisir rambutnya yang sudah melewati bahu. Bunda tersenyum, mengelus kepala putri sulungnya yang masih berusia 7 tahun.
“Supaya
kita bisa merasakan gimana sih lapar dan haus itu,” jawab bunda sederhana.
“Tapi
kan kita punya banyak makanan. Kan sayang kalau enggak dimakan, katanya kan
mubazir,” protes Ara.
“Lha,
makanannya kan untuk sahur dan berbuka. Bunda juga enggak pernah buang-buang
makanan,” bunda berusaha memberikan penjelasan.
“Tapi,
Bun…” Ara menjeda ucapannya karena Ari, adiknya yang masih berusia 3 tahun,
datang membawa susu kemasan.
“Bun,
tolong bukain dong,” ucap Ari sedikit cadel. Bunda tersenyum, mengambil kotak
susu dari tangan putra bungsunya dan menusukkan sedotan pada tempatnya, lalu
menyerahkan dengan tersenyum.
“Nih,
dede mau minum susu ya?” Ari menangguk lalu duduk di samping bunda yang kembali
menyisir rambut Ara.
“Itu
Ari aja boleh enggak puasa, Bun?” kembali Ara mengajukan protesnya.
“Puasa
itu ada pengecualiannya, Kak. Seperti anak yang belum balig juga tidak
diwajibkan puasa. Nah, kakak kan sekarang bunda sama ayah lagi ngajarin kakak
berpuasa dan alhamdulillah tahun kemarin aja kakak sudah berpuasa penuh sehari,
bahkan pol alias enggak kalah sehari pun,” jelas bunda yang sudah selesai
menyisir rambut Ara lalu mencium pipi putrinya. Ara pun balik mencium pipi sang
bunda.
Hai
sobat...!!!
Apa
kabar nih? Tidak terasa ya, sudah 2 pekan
kita menjalankan ibadah puasa. Insya Allah, semua ibadah yang telah kita
lakukan akan Allah jadikan amal kebaikan hingga Allah berkenan menerimanya dan
memberikan kita surga terbaik. Aamiin.
Puasa,
menahan lapar dan haus. Lebih dari sekadar menahan diri dari makan dan minum,
puasa adalah ibadah yang melatih kita untuk mengendalikan diri dari segala
sesuatu yang membatalkannya, termasuk hawa nafsu.
Allah
SWT berfirman dalam Alquran Surat Al-Baqarah ayat 183: "Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Ayat
ini adalah perintah langsung dari Allah untuk berpuasa, dan tujuannya adalah
mencapai takwa. Takwa adalah inti dari ibadah puasa, yang membimbing kita untuk
selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, sehingga hati kita
menjadi bersih dan dekat dengan-Nya.
Nah,
inilah puncak perjuangan hidup yang sesungguhnya, yaitu bagaimana kita
mengendalikan diri dan meraih takwa melalui puasa. Ketika manusia terlahir,
Allah menyertakan akal pikiran sebagai alat untuk membedakan baik dan buruk.
Dengan akal ini, kita diuji dalam berbagai kondisi. Dalam konteks puasa, akal
pikiran menjadi penentu apakah kita mampu menahan diri dari godaan hawa nafsu.
Rasulullah
SAW bersabda dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim: "Puasa adalah
perisai. Dengan puasa, seorang hamba dapat melindungi dirinya dari api
neraka."
Hadis
ini menjelaskan bahwa puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus, tetapi
juga sebagai perisai yang melindungi kita dari perbuatan dosa yang dapat
menjerumuskan kita ke dalam neraka. Sebagaimana takwa menjadi tujuan utama,
puasa menjadi perisai yang menjaga kita di jalan menuju takwa tersebut.
Ketika
berpuasa dengan akal, maka diri ini haruslah berjuang menahan hawa nafsu yang
tidak diperkenankan dalam menjalankan ibadah. Tak hanya lapar dan haus, segala
nafsu lainnya juga harus terus dikendalikan, seperti amarah, perkataan yang
buruk, dan perbuatan yang sia-sia. Pengendalian diri ini adalah cerminan dari
kekuatan iman dan takwa yang kita usahakan.
Rasulullah
SAW bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:
"Orang yang kuat bukanlah orang yang menang dalam gulat, tetapi orang yang
kuat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah."
Hadis
ini menegaskan bahwa kekuatan sejati bukan terletak pada fisik, melainkan pada
kemampuan mengendalikan diri, yang merupakan buah dari ketakwaan yang kita raih
melalui puasa.
Lebih
jauh lagi, puasa tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga
menumbuhkan kepedulian terhadap sesama. Dengan merasakan lapar dan haus, kita
menjadi lebih peka terhadap penderitaan orang-orang yang kurang mampu. Hal ini
mendorong kita untuk berbagi dan bersedekah, sebagai wujud syukur atas nikmat
yang telah diberikan Allah.
Dalam
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala
seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang
berpuasa tersebut."
Hadis
ini mengajarkan bahwa berbagi dengan sesama adalah bagian dari ibadah puasa
yang dapat meningkatkan ketakwaan kita.
Nah,
sobat...
Yuk,
kita gunakan kehadiran Ramadan ini untuk melatih akal pikiran kita agar selalu
berjuang menahan hawa nafsu sehingga, setelah selesai menjalankan ibadah di
bulan yang mulia ini, kita telah terbiasa menggunakan akal pikiran kita untuk
selalu berjuang menahan hawa nafsu yang dilarang Allah. Dengan demikian, puasa
tidak hanya menjadi kewajiban yang kita tunaikan, tetapi juga menjadi
perjalanan spiritual yang membawa kita menuju takwa, pengendalian diri, dan
kepedulian terhadap sesama.
Semoga,
selepas Ramadan, ketakwaan dalam diri kian melekat sehingga Allah akan selalu
meridai semua yang kita lakukan.
Salam
silaturahmi dari kami, tim Raksa.
Ila
Liqa'
Posting Komentar